Tunalaras Bukan Berarti Bodoh


Tunalaras Bukan Berarti Bodoh
            Bukan masalah yang sederhana untuk menentukan batasan mengenai anak yang mengalami gangguan tingkah laku atau lebih dikenal dengan istilah tunalaras. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Yang menjadi pokok pembahasan adalah anak yang mengalami gangguan tingkah laku yang memerlukan layanan pendidikan luar biasa.
            Anak tunalaras memiliki kecerdasan yang tidak berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Prestasi mereka rendah “bukan karena bodoh”, tetapi disebabkan mereka kehilangan minat dan konsentrasi belajar karena masalah gangguan emosi yang mereka alami. Disamping anak yang berinteligensi rendah, tidak berarti bahwa anak yang memiliki inteligensi tinggi tidak bermasalah. Anak berinteligensi tinggi seringkali mempunyai masalah dalam penyesuaian diri dengan teman-temannya. Anak yang pintar dengan hambatan ego emosional seringkali mempunyai anggapan yang negatif terhadap sekolah. Ia menganggap sekolah terlalu mudah dan guru menerangkan terlalu lambat.
            Fokus bantuan bagi mereka dalam mengatasi kesulitan belajarnya bukanlah terletak pada prestasi belajar agar mencapai tingkat yang memuaskan, akan tetapi pemberian motivasi agar mereka mau dan senang belajar. Berikut ini beberapa hal yang dilakukan oleh pengelola pendidikan dalam usaha memunculkan motivasi belajar anak tunalaras:
1.      Pengaturan lingkungan belajar
Lingkungan belajar hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga anak tidak merasa tertekan, tenang dan timbul rasa senang berada di dalam kelas.
·         Pilih warna yang tidak terlalu menyolok sebab akan menimbulkan kegelisahan dan anak selalu ingin merasa marah.
·         Tata tempat duduk yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung antara anak dan guru. Contohnya, formasi duduk setengah lingkaran.
·         Peraturan maupun suara guru sebaiknya tidak terlalu keras dan ketat sehingga anak merasakan adanya kelonggaran dan mereka tidak merasa tertekan.
2.      Mengadakan kerjasama dengan lembaga lain/lembaga pendidikan umumnya
Pendidikan untuk anak tunalaras hanya bersifat temporer atau sementara, sampai anak tersebut memungkinkan untuk masuk sekolah biasa atau kembali ke masyarakat. Salah satu hal yang kurang dilakukan oleh pihak pengelola PLB (Pendidikan Luar Biasa) tunalaras adalah kurangnya usaha mengkomunikasikan bagaimana keadaan anak ini sebenarnya. Label yang diterima sebagai lulusan sekolah tunalaras akan menghadapkan anak kepada keterbatasan dan kesulitan untuk melanjutkan sekolah atau melamar pekerjaan walaupun lembaga yang dilamarnya itu memungkinkan ia belajar atau bekerja. Hal itu terjadi karena kurangnya komunikasi antara PLB dengan Lembaga lain.
3.      Tempat layanan pendidikan
Tempat pendidikannya tidak harus dipisahkan dengan anak normal, akan tetapi lebih baik bila anak ini disatukan dengan anak biasa, maka interaksi sosial akan cepat terwujud karena ia terbiasa melihat pola tingkah laku yang dapat diterima. Akan tetapi membutuhkan persyaratan tertentu, antara lain:
·         Perbandingan jumlah anak tunalaras dengan anak biasa dalam satu kelas haruslah diperhatikan.
·         Persiapkan program pendidikan secara khusus. Misalnya, akan lebih efektif jika diberikan tugas yang sedikit tetapi sering diberikan.
·         Kesiapan orang tua atau keluarga.
·         Kesiapan teman sekelas atau sekoah dimana ia akan diintegrasikan. Anak-anak biasa hendaknya dipersiapkan lebih dahulu dengan memberitahukan kemampuan dan ketidakmampuan temannnya yang akan datang belajar bersama-sama mereka.

Comments

Popular posts from this blog

KEPADATAN DAN KESESAKAN

PRO KONTRA INTERNET

Keterbatasan Sosial dan Keterbatasan Fungsi Mental Anak MR