PRIVASI, RUANG PERSONAL DAN TERITORIALITAS

PRIVASI, RUANG PERSONAL DAN TERITORIALITAS

Privasi, ruang personal (personal space) dan teritorialitas merupakan tiga dari beberapa konsep persepsi manusia. Ketiga materi ini dalam beberapa hal saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga materinya dapat digabungkan.

PRIVASI      
Menurut Hartono (dalam Prabowo, 1998), privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru yang menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain, dengan cara mendekati atau menjauhinya. Beberapa definisi tentang privasi mempunyai kesamaan yang menekankan pada kemampuan seseorang atau kelompok dalam mengontrol interaksi panca inderanya dengan pihak lain.
Adapun 3 fungsi privasi menurut Altman (dalam Prabowo, 1998), yaitu :
1.      Privasi adalah pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan dengan orang lain diinginkan, kapan wajtunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-sama dengan orang lain. Privasi dibagi menjadi dua macam, yaitu privasi rendah yang terjadi bila hubungan dengan orang lain dikehendaki, dan privasi tinggi yang terjadi bila ingin menyendiri dan hubungan dengan orang lain dikurangi.
2.      Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman atau jarak dalam berhubungan dengan orang lain.
3.      Memperjelas konsep diri dan identitas diri.
Manusia memiliki referensi tingkat privasi yang diinginkan. Ada saat-saat dimana seseorang ingin berinteraksi dengan orang lain (privasi rendah) dan saat dimana seseorang ingin menyendiri dan terpisah dari orang lain (privasi tinggi). Untuk mencapai hal tersebut, maka ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku, antara lain:
1.      Perilaku verbal
Peilaku ini dilakukan dengan cara mengatakan pada orang lain secara verbal, sejauh mana orang lain boleh berhubungan dengannya. Misalnya “Maaf, saya sedang ingin sendiri”.
2.      Perilaku non verbal
Perilaku ini dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang. Misalnya seseorang akan menjauh dari orang lain, membuang muka atau terus menerus melihat jam yang menandakan bahwa ia sedang tidak ingin berinteraksi dengan orang lain. Sebaliknya dengan mendekati orang lain, menatap wajahnya, menganggukan kepala menandakan bahwa ia siap untuk berinteraksi dengan orang lain.
3.      Mekanisme kultural
Budaya mempunyai bermacam-macam adat istiadat, aturan atau norma yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui oleh banyak orang pada budaya tertentu.
4.      Ruang personal
Individu yang mempunyai kecenderungan berafiliasi tinggi, ekstrovert atau yang mempunyai sifat hangat dalam berhubungan interpersonal mempunyai ruang personal yang lebih kecil daripada individu yang introvert.
5.      Teritorialitas
Kalau ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antar dirinya dengan orang lain, maka teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relatif tetap.
Privasi yang optimal terjadi ketika privasi yang dibutuhkan sama dengan privasi yang dirasakan. Privasi yang terlalu besar menyebabkan orang merasa terasing, sebaliknya terlalu banyak orang lain yang tidak diharapkan, perasaan kesesakan (crowding) akan muncul sehingga orang merasa privasinya terganggu.

RUANG PERSONAL (PERSONAL SPACE)
Istilah ruang personal pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga digunakan dalam bidang biologi, antropologi dan arsitektur.
Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian (dalam Prabowo, 1998), antara lain :
1.      Ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang dengan orang lain.
2.      Ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri.
3.      Pengaturan ruang personal merupakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi.
4.      Ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, maka dapat berakibat kecemasan, stress dan bahkan perkelahian.
5.      Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada 3 orientasi dari orang lain: berhadapan, saling membelakangi, dan searah.
Menurut Hall (dalam Prabowo, 1998) seorang antropolog, bahwa dalam interaksi sosial terdapat 4 zona spasial yang meliputi: jarak intim, jarak personal, jarak sosial, dan jarak publik. Kajian ini kemudian dikenal dengan istilah Proksemik (kedekatan) atau cara seseorang menggunakan ruang dalam berkomunikasi.
1.      Jarak intim (0 - 1,5 kaki)
Misalnya hubungan-hubungan intim suami istri atau olahraga dengan kontak fisik langsung (gulat).
2.      Jarak personal (1,5 – 4 kaki)
Hubungan-hubungan diantara teman-teman dekat sebagaimana interaksi sehari-hari dengan kenalan.
3.      Jarak sosial (4 – 12 kaki)
Hubungan-hubungan interpersonal dan hubungan-hubungan bisnis.
4.      Jarak publik (lebih dari 12 kaki)
Hubungan-hubungan formal antara individu (misalnya aktor atau politisi) dengan publik.
Aplikasi teori ruang personal terhadap rancangan lingkungan fisik adalah apakah fungsi utama dari lingkungan fisik tersebut dikaitkan dengan aktivitas dalam setting tersebut. Jika setting dirancang untuk memfasilitasi hubungan interpersonal maka rancangan model sosiofugal yang diperlukan, seperti ruang keluarga, ruang makan, ataupun ruang tamu. Sebaliknya, jika setting dirancang untuk tidak memfasilitasi hubungan interpersonal maka rancangan sosiopetal yang diperlukan seperti ruang baca diperpustakaan dan ruang konsultasi, dan sebagianya. 

TERITORIALITAS
Teritori diartikan suatu wilayah atau daerah, sedangkan teritorialitas diartikan wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang. Teritorialitas diartikan pula sebagai suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau kelompok atas suatu tempat atau suatu lokasi geografis. Pola tingkah laku yang dimaksud mencakup personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari luar.
Holahan memgungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain, dengan demikian menurut Altman, penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu yteritorial primer (dalam Prabowo, 1998).
Fisher berpendapat kepemilikan atau hak dalam teritorialitas ditentukan oleh persepsi orang yang bersangkutan sendiri. Persepsi bisa aktual karena pada kenyataannya ia memang benar memiliki, contohnya seperti kamar tidur. Selain itu bisa juga karena merupakan kehendak untuk menguasai atau mengontrol suatu tempat, contohnya meja makan di kantin (dalam Diputrie, 2010).

Klasifikasi Teritori
Kita dapat mengetahui bagaimana teritorialitas ini terjadi dengan mengenal klasifikasi teritori. Klasifikasi yang sudah dikenal luas adalah klasifikasi yang dibuat oleh Altman (dalam Diputrie, 2010), yang didasarkan pada derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian.
a.       Teritori Primer
Tempat-tempat yang bersifat sangat pribadi dan hanya boleh dimasuki oleh orang-orang yang sudah sangat akrab atau sudah mendapatkan ijin khusus. Disini keterlibatan psikologis penghuni sangat tinggi, karena beerkenaan dengan kehidupan sehari-hari dimana penghuni mengendalikan penggunaan teritori secara relatif tetap. Dipahami sebagai milik permanen baik oleh penghuni maupun orang lainnya. Pemilik memiliki kontrol lengkap dan pelanggaran adalah masalah serius. Misal ruang kerja (kantor) dan ruang tidur (rumah).
b.      Teritori Sekunder
Tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang yang sudah cukup saling mengenal. Orang lain hanya melihat penghuni sebagai salah satu pengguna yang kredibel. Dipersonalisasi selama periode yang legal. Adanya aturan bahwa penghuni berhak  mendudukinya. Pengendalian teritori disini tidak sepenting pada teritori primer. Misal ruang kelas atau kantin kampus.
c.       Teritori Publik
Tempat-tempat yang terbuka untuk umum yang pada prinsipnya semua orang berhak untuk berada di tempat tersebut. Kontrol sangat sulit dilakukan, penghuni hanya dilihat sebagai salah satu dari banyaknya pengguna. Dipersonalisasi secara temporer dengan sedikit pertahanan. Misal tempat rekreasi (pantai) atau pusat perbelanjaan. Terkadang pula, terjadi teritori publik dikuasai oleh kelompok tertentu dan tertutup bagi kelompok lain.
Teritorialitas dan Perilaku
Fungsi teritorialitas sebagai proses sentral dalam personalisasi, agresi, dominasi, memenangkan, koordinasi dan kontrol (dalam Diputrie, 2010):
1.      Personalisasi dan penandaan: memberi tanda, nama atau menempatkan di lokasi strategis bisa terjadi tanpa kesadaran akan teritorialitas, tetapi belum tentu akan memacu terjadinya pertahanan aktif, melainkan lebih memberi keuntungan psikologis pada pemiliknya. Hal ini juga dilakukan seseorang untuk mempertahankan haknya di teritori publik. Personalisasi menciptakan rasa terikat pada suatu tempat, meningkatkan rasa nyaman dan merefleksikan identitas diri pemiliknya.
2.      Agresi: merupakan pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang yang akan semakin keras bila pelangaran terjadi di teritori primernya. Biasanya hal ini terjadi apabila batas teritori tidak jelas.
3.      Dominasi dan kontrol: hal ini banyak terjadi pada teritori primer. Kemampuan akan tatanan ruang yang menawarkan privasi melalui kontrol teritori dianggap penting, karena hal ini berarti tatanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan manusia yang berkaitan dengan kebutuhan akan kepemilikan harga diri dan aktualisasi diri.
Teritorialitas ini terbagi sesuai dengan sifatnya yaitu mulai dari yang privat samapi dengan publik. Ketidakjelasan pemilikan teritorial akan menimbulkan gangguan terhadap perilaku. 

 Berdasarkan pembahasan di atas, maka kita dapat mengatakan bahwa konsep privasi ternyata sangat dekat dengan konsep ruang personal dan teritorialitas.
                                              

DAFTAR PUSTAKA
Diputrie, N. I. (2010). Hubungan antara Teritorialitas Ruang Kerja dengan Kepuasan Kerja di UPTD Peredaran Hasil Hutan Balikpapan. Skripsi. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Helmi, A. V. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Buletin Psikologi, Tahun VII, No. 2 Desember 1999.
Prabowo, Hendro. (1998). Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : Universitas Gundarma.
Prabowo, Hendro. (1998). Psikologi Lingkungan. Depok : Universitas Gunadarma.
 
.

Comments

Popular posts from this blog

KEPADATAN DAN KESESAKAN

PRO KONTRA INTERNET

Keterbatasan Sosial dan Keterbatasan Fungsi Mental Anak MR